Surakarta-tp.fpp.undip.ac.id – Kementerian Pertanian RI memaparkan arah kebijakan strategis dalam memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan nasional melalui Seminar Nasional bertajuk “Arah Kebijakan dan Transformasi Sektor Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional”. Seminar yang berlangsung di Surakarta pada 18 Juni 2025 ini menghadirkan Dr. Suharsono sebagai keynote speaker, mewakili Kementerian Pertanian RI.
Dalam paparannya, Dr. Suharsono menyampaikan bahwa sektor pertanian terus menjadi pilar penting dalam struktur ekonomi nasional. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 12,61 persen dan menyerap lebih dari 28 persen tenaga kerja nasional. Namun, sektor ini menghadapi tantangan besar baik dari dalam negeri maupun dari dinamika global. Isu seperti perubahan iklim ekstrem, konflik geopolitik, inflasi pangan tinggi, dan gangguan pasokan global menjadi ancaman serius terhadap ketahanan pangan. Di tingkat nasional, permasalahan seperti alih fungsi lahan, petani yang didominasi oleh usia lanjut, serta keterbatasan jumlah penyuluh masih menjadi persoalan yang perlu segera ditangani.
Sebagai respons, pemerintah telah menetapkan empat program utama yang menjadi fondasi kebijakan pangan periode 2024–2029. Program tersebut meliputi upaya pencapaian swasembada pangan, penyediaan makan bergizi, penguatan ketahanan energi berbasis biofuel, dan akselerasi hilirisasi hasil pertanian. Keseluruhan arah kebijakan tersebut dituangkan dalam Blueprint Swasembada Pangan 2024–2029, dengan target peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional hingga empat persen. Upaya ini dilaksanakan melalui cetak sawah baru seluas tiga juta hektar, program optimalisasi lahan dan pompanisasi, peningkatan peran petani milenial dan Gen Z, serta penyediaan benih unggul dan pupuk bersubsidi secara terkoordinasi.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2025 yang mengangkat tema “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”, Kementerian Pertanian menetapkan empat program prioritas nasional. Program tersebut mencakup peningkatan ketersediaan dan akses terhadap pangan berkualitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian, penguatan pendidikan dan pelatihan vokasi, serta perbaikan sistem manajemen dan infrastruktur pendukung pertanian. Kegiatan strategis yang mendukung program ini telah disusun secara lintas subsektor, mulai dari pengembangan tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan, hingga bidang pengawasan, sarana prasarana, pendidikan, dan kelembagaan.
Program swasembada beras tahun 2025 menjadi perhatian khusus, dengan target luas pengembangan mencakup berbagai skema. Di antaranya adalah program optimalisasi lahan baru seluas 500 ribu hektar, lanjutan oplah tahun sebelumnya sebesar 351 ribu hektar, kegiatan pompanisasi pada 500 ribu hektar lahan, pemanfaatan potensi tanam dari Kementerian PUPR seluas 300 ribu hektar, serta pengembangan padi gogo dan cetak sawah masing-masing seluas 300 ribu hektar dan 225 ribu hektar. Seluruh pelaksanaan program ini melibatkan sinergi antarinstansi, termasuk Kementerian PUPR, ID Food, Pupuk Indonesia, Perkebunan Nusantara, Bulog, serta pengamanan distribusi dan pelaksanaan oleh TNI dan Polri. Penyediaan benih unggul juga menjadi perhatian penting, dengan target sebanyak 90 ribu ton untuk mendukung 3,7 juta hektar lahan, yang pengadaannya didominasi oleh produsen swasta dan sebagian kecil oleh BUMN ID Food.
Salah satu capaian signifikan yang dipaparkan dalam seminar adalah tingginya produksi beras nasional selama Januari hingga April 2025. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), volume produksi beras mencapai 13,95 juta ton, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Angka tersebut naik sebesar 2,68 juta ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini dinilai menjadi indikator awal keberhasilan dari rangkaian program swasembada yang mulai diimplementasikan sejak awal tahun.
Dr. Suharsono menutup paparannya dengan menekankan bahwa upaya membangun sistem pangan yang tangguh tidak bisa dilakukan secara sektoral. Keterlibatan lintas kementerian, dunia usaha, akademisi, hingga komunitas petani harus diperkuat. Transformasi sektor pertanian menuju sistem yang adaptif, berkelanjutan, dan berdaulat menjadi langkah strategis untuk menjawab tantangan krisis pangan global dan membawa Indonesia menuju ketahanan pangan yang sejati.

