Gent-tp.fpp.undip.ac.id – Workshop FIND4S di KU Leuven hari keempat, Jumat (16/5), diawali dengan sesi yang menggugah kesadaran akan pentingnya mobilitas akademik yang berkelanjutan. Bertajuk “Towards a More Sustainable Mobility”, sesi ini disampaikan oleh Matt Tips, Policy Advisor dari KU Leuven, dalam rangkaian EUCLIDES Staff Week. Acara ini dihadiri oleh 22 staf KU Leuven dan 13 staf dari universitas konsorsium FIND4S di Indonesia.
Melalui pemaparan berbasis data, Matt menjelaskan bahwa sektor transportasi, khususnya penerbangan, meskipun menyumbang “hanya” 2% dari total emisi gas rumah kaca global, ternyata memberikan dampak signifikan terhadap perubahan iklim jika mempertimbangkan efek radiative forcing dan emisi non-CO₂. Industri penerbangan diprediksi akan menyumbang hingga 22% emisi global pada tahun 2050 jika tren pertumbuhan saat ini terus berlanjut.
Isu keberlanjutan dalam mobilitas internasional, terutama terkait pendidikan tinggi, menjadi perhatian utama. Studi menunjukkan bahwa mobilitas mahasiswa internasional dapat menghasilkan emisi setara dengan total emisi tahunan beberapa negara kecil. Sebagai contoh, sektor studi luar negeri di Amerika Serikat saja menyumbang 1,1 juta ton CO₂eq per tahun hanya dari perjalanan udara.
KU Leuven menegaskan komitmennya terhadap kebijakan perjalanan staf yang lebih ramah lingkungan melalui pendekatan AVOID–SHIFT–COMPENSATE, yaitu:
Avoid: Menghindari perjalanan internasional untuk pertemuan singkat atau satu lawan satu. Shift: Beralih ke moda transportasi kereta untuk destinasi yang bisa dicapai dalam 8 jam dari Brussel. Compensate: Melalui dana KU Leuven Climate Fund untuk reforestasi, subsidi tiket kereta, dan proyek berkelanjutan.
Peserta diajak untuk tidak hanya mengurangi ecological footprint mereka, tetapi juga meningkatkan ecological handprint—dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat melalui aktivitas akademik.
Sesi ini memperkaya perspektif peserta FIND4S dalam memahami pentingnya mengintegrasikan aspek keberlanjutan dalam setiap lini aktivitas akademik, termasuk mobilitas internasional. Kesadaran ini menjadi modal penting dalam mendesain kurikulum dan kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia yang lebih adaptif terhadap tantangan perubahan iklim global.